Senin, 27 Februari 2012

mantan direktur LBH makassar berkata

A. MUTTALIB
          TEGAKKAN KEADILAN HINGGA NAFAS TERAKHIR KUHEMBUSKAN
      
    
      26 Nopember 2011 21:17SESAT PIKIR UNDANG-UNDANGBANTUAN HUKUM
OlehAbdul Muttalib

A.   PENDAHULUANTanggal4 Oktober 2011, Undang-Undang (UU) Bantuan Hukum telah disahkan oleh DPR.Setelah beberapa tahun terjadi tarik ulur antara Pemerintah, DPR dan AktivisPekerja Bantuan Hukum, akhirnya UU ini disahkan. Dengah disahkannya UU ini,maka penyelenggaraan Bantuan Hukum akan dikelola oleh Menteri Hukum dan HAMdengan berbagai kewenangan yang akan dimiliki. Menteri Hukum dan HAM juga telahmempersiapkan pelaksanaan Bantuan Hukum ini akan dimulai pada 2013 mendatang.Pertanyaan mendasar seberapa efektifkah, kesiapan penyelenggaraan bantuan hukumini berlangsung dibawah tanggungjawab Menteri Hukum dan HAMB.   PENYELENGARA BANTUAN HUKUMDalamPasal 6 UU Bantuan Hukum menyatakan ; Ayat (2) PemberianBantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diselenggarakan oleh Menteri dandilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini. Kewenangan sebagaipenyelenggara Pemberian Bantuan Hukum diperkuat dengan mandat sebagaimanatertuang dalam ayat (3) yakni ; Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)bertugas: menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan BantuanHukum; menyusun dan menetapkan Standar BantuanHukum berdasarkan asas-asas pemberianbantuan hukum; menyusun rencana anggaran BantuanHukum; mengelola anggaran Bantuan Hukum secara efektif,efisien, transparan, dan akuntabel; dan menyusun dan menyampaikan laporan penyelenggaraan bantuanhukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran. Dengan kata lain seluruhperangkat penyelenggaran Bantuan Hukum sepenuhnya menjadi kewenanganKementerian Hukum dan HAM.KehadiranUU Bantuan Hukum ini tentu saja menjadi supportsystem  negara dalam rangka mendorongacces to justice dan pemenuhanhak-hak konstitusional setiap warga negara. Namun di satu sisi UU ini cenderungmenjadi sangat “ekslusif serta sarat kepentingan” karena seluruh rencanapenyelenggaraanya akan dikelola oleh Kementerian dan kemungkinan akandijalankan di salah satu unit di Kementrian tersebut, entah akan dikelola unitBadan Pembinaan Hukum Nasional atau Badan Pengembangan Sumber Daya ManusiaHukum dan HAM. Dalam konteks kelembagaan (GoverningBody) Bantuan Hukum ini sangat bertolak belakang dari rancangan yangdisodorkan oleh masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untukBantuan Hukum (KUBAH) yang mengusulkan KomisiNasional Bantuan Hukum atau LembagaBantuan Hukum Nasional sebagai penyelenggara Bantuan Hukum dimana badan tersebutmerupakan lembaga yang mandiri/independen dan tidak mudah diintervensi olehkekuasaan serta diisi oleh kalangan Akademisi, Pemerintah, anggota masyarakatyang mempunyai pengalaman dan pengetahuan dibidang bantuan hukum. Di banyaknegara di dunia mengamanatkan dan mensyaratkan pembentukan lembaga yangmengatur, menetapkan dan kebijakan penyelenggaraan bantuan hukum diserahkanpada otoritas yang independen, misalnya di Belanda dan Australia menggunakan Legal Aid Commmision (LAC), Taiwanmenggunakan Legal Aid Foundation (LAF), AfrikaSelatan menggunakan Legal Aid Board (LAB),Amerika menggunakan Legal ServiceCorporation (LSC), Inggris dan Wales yang menggunakan nama Legal Service Commission (LSC).Entahdengan pertimbangan apa sehingga DPR RI tidak mengusulkan lembaga independenseperti di beberapa negara tersebut, sebaliknya DPR menunjuk kementerian yangbeberapa tahun terakhir dililit berbagai persoalan kinerja. DPR yang selaluberkelit dengan alasan klasik bahwa karakter Indonesia berbeda dengan negaralain sehingga tidak perlu mencontoh negara-negara lain dalam membuat regulasi.Akibatnya, Indonesia memang benar-benar berbeda dengan negara lain, regulasidibuat, regulasinya dilanggar sendiri oleh pembuatnya, regulasinya dapatdiatur, regulasi pun bisa dipersoalkan bahkan memanggil siapapun berdasarkankewenangannya.C.   BANTUAN HUKUM YANG DIPANDANG MURAHKarenadalam UU ini menyebutkan bahwa Pemberi Bantuan Hukum adalah LembagaBantuanHukumatau OrganisasiKemasyarakatanyang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang ini (Pasal 1 ayat 3), maka dapatdipastikan kelak akan banyak bermunculan LBH dibawah naungan OrganisasiMasyarakat (Ormas) jika saja mekanisme verifikasi dan akreditasi berdasarkanPasal 8 UU ini tidak dilakukan secara profesional, ketat, transparan danakuntabel. Begitu “sederhananya” yang dimaksud Pemberi Bantuan Hukum dalam UUini, syarat-syarat yang ditetapkan sangat pula sederhana, yakni ;(a) berbadan hukum; (b)terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini; (c) memilikikantor atau sekretariat yang tetap;(d) memiliki pengurus; dan (e) memiliki program bantuan hukum.Artinya, apapun ormas tersebut jika membentuk unit LBH tidak akan mendapatkanbanyak kesulitan untuk lolos syarat menjadi pemberi bantuan hukum sebabsyarat-syarat yang ditetapkan UU ini relatif mudah terkecuali syaratAkreditasi, itupun jika Tim Akreditasi Penyelenggara Bantuan Hukum (KementerianHukum dan HAM) tidak diisi oleh orang-orang yang kapabel, maka syarat inipunbisa menjadi mudah. KarenaUU ini menegaskan bantuan hukum dalam konteks litigasi dan non litigasi sertaprogram, namun tidak mengatur mekanisme syarat-syarat Akreditasi yang ketatutamanya soal jumlah advokat dan non Advokat di Lembaga Pemberi Bantuan Hukum makaini menjadi peluang besar terjadinya “permainan proyek bantuan hukum”, sangatdimungkinkan akan dimanfaatkan pihak-pihak yang hanya berkepentingan mengejarproyek.Persoalanlain yang bisa menjadi masalah dalam pelaksanaan UU karena UU ini tidakmempertegas definisi Pemberi Bantuan Hukum sementara dalam konteks penangananperkara litigasi, Pengadilan sangat ketat memverifikasi Kartu Advokat, maka UUini menjadi latah jika Pemberi Bantuan Hukum justru tidak mengerti UU Advokat.Pernyataan Menteri Hukum dan HAM setelah UU ini disahkan, meminta agarPerguruan Tinggi segera membentuk LBH-LBH merupakan pernyataan yang amatenteng. Seolah-olah membentuk LBH adalah pekerjaan mudah, membentuk karakterPekerja Bantuan Hukum adalah pekerjaan enteng tanpa memikirkan aspek-aspek lainterkait pelaksanaan pemberian bantuan hukum. Timbul kesan bahwa seolah BantuanHukum adalah Barang Murah. PadahalPresiden SBY, dalam Pidato Sambutannya pada Pembukaan Pertemuan Puncak AksesTerhadap Keadilan dan Bantuan Hukum, Tahun 2006, menyatakan : “apa yangdilakukan YLBHI sekarang ini, dalam forum ini beserta outputnya harus kitapandang dari dua sisi, solving theproblems and upholding the law and lay down foundation, untuk bantuanhukum, untuk akses terhadap keadilan dan lain-lain yang berkaitan dengan itu diwaktu yang akan datang”. Presiden justru memandang Bantuan Hukum secara lebihluas dan tidak menilai secara sederhana.Sifatsetengah hati Undang-Undang ini dipertegas lagi dengan penegasan Pasal 5 yangmenegaskan bahwa yang dimaksud penerima bantuan hukum adalah meliputihak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan danberusaha, dan/atau perumahan.  Pasal inisecara tegas tidak mengakomodir bantuan hukum terhadap kasus-kasus tertentuyang karakter kasusnya struktural.D.    PENUTUP
Memangbelum saatnya mengkritisi pelaksanaan dari UU Bantuan Hukum karena aturanteknisnya belum dikeluarkan tapi semangat Pemerintahan Presiden SBY dalammendorong acces to justice dapatdibahasakan setengah hati karena dengan tidak independennya penyelenggaraanBantuan Hukum bisa berdampak pada implementasi acces to justice itu sendiri yang sewajarnya bisa mengakomodirkepentingan pencari keadilan dari berbagai aspek ; mudah diakses (accesible),terjangkau (avaliability), berkelanjutan (sustainable) dan dapatdipertanggungjawab (credible) dan akuntabel.

Penulis,Advokat,Mantan Direktur LBH Makassar Media files video-play.mp4 (MPEG-4 File Format, 0 bytes)26 Nopember 2011 21:32Bila kita sadari,
betapa kecilnya diri kita
bila kita sadari,
betapa lemahnya diri kita
bila kita sadari,
betapa luas ruang dan waktu
bila kita sadari,
kita bukanlah siapa-siapa dihadapan Allah Yang Maha Kuasa
bila kita sadari,
tak pantas kita bersikap angkuh kepada sesama

 sebesar manakah kita dengan alam semesta???AKSES KEADILAN UNTUK RAKYAT13 Agustus 2009 23:31Oleh Abdul Muttalib

A. PENGANTAR
“LBH telah merancang program-program pembaruan hukum yang amat ambisius, maka segeralah LBH menjadi organisasi pembaharu yang terkemuka di Indonesia” (Daniel Lev)

38 Tahun yang lalu, DR. Iur. Adnan Buyung Nasution, SH bersama beberapa advokat yang tergabung dalam Peradin (Persatuan Advokat Indonesia) mendirikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI).
Pemikiran yang melatarbelakangi pendirian YLBHI tidak lain adalah semangat untuk memberikan layanan bantuan hukum kepada kaum miskin yang tertindas. Pada masa itu tentu saja aroma penindasan dan perampasan hak-hak hukum kaum marginal menjadi tontonan dan penguasa memperlihatkan hegemoninya dengan jargon – jargon “atas nama hukum dan atas nama kekuasaan”.
Kehadiran YLBHI yang kemudian melahirkan sel-selnya yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di 14 Propinsi di Indonesia praktis menjawab kegelisahan rakyat yang selama ini mendambakan apa yang disebut acces to justice (akses terhadap keadilan).
Fakta membuktikan bahwa eksistensi LBH-YLBHI telah mampu memberikan layanan bantuan hukum sejak dilahirkan hingga kini. Bahkan memperluas ranah perjuangannya tidak semata-mata pada penegakan hokum tetapi lebih dari itu yakni menjawab realitas-realitas social yang terjadi di masyarakat. LBH –YLBHI telah mampu mereduksi pemikiran hokum secara general dan mampu meletakkan pondasi Bantuan Hukum dalam berbagai perspektif. Dalam tinjauan ini, logika sederhana yang diusung LBH-YLBHI, bahwa transformasi social yang terjadi selama ini di masyarakat adalah bagian dari lemahnya struktur social. Sehingga kemudian memperluas gerakan bantuan hokum yang digalakkan melalui terobosan-terobosan dengan mengkampanyekan dan menggalang kekuatan dengan isu Penegakan Hukum dan Perlidungan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan asumsi bahwa penegakan hokum dan perlidungan HAM adalah dua sisi mata uang.
Tekonologi hukum yang dirancang LBH-YLBHI tidak hanya itu, bahkan diperluas lagi dengan melakukan pendekatan dan gerakan bantuan hukum dari perspektif kemiskinan structural. Bagi LBH-YLBHI kemiskinan merupakan salah satu persoalan krusial yang melahirkan masalah hokum sehingga tinjauan LBH pun dalam kerangka ini memandang dari seluruh aspek sosio, politik dan cultural, yang melahirkan idiologi gerakan LBH yakni Bantuan Hukum Struktural (BHS). Konsep inilah yang dikenal banyak kalangan hokum sebagai “gerakan hukum fundamental”.
Pada beberapa dekade para Reformasi Pola gerakan BHS dilahirkan guna menjawab sikap pemerintah melalui gaya militeristik yang represif. Hingga terjadi keresahan sosial dengan cara penggusuran, penyiksaan, penculikan, penahanan dan bila perlu dilakukan rekayasa perkara di muka pengadilan. Kebanyakan hal ini diperaktekkan pada negara di Dunia Ketiga yang menganut dan memperaktekkan korporatisme. Dalam Pandangan Marxist menyatakan bahwa negara adalah alat kekuasaan untuk menindas dari kelas dominan, atau dalam rumusan Engels, negara adalah corceive instrument (alat pemaksa) dari kelas dominan. Salah satu varian dari pandangan Marxist yang nampak berpengaruh adalah pandangan Gramscian. Dalam pandangan ini negara bukan saja menggunakan “ aparat repressif” untuk menguasai masyarakat, tetapi juga menggunakan “idiologi” untuk menghegomoni rakyat.


B. ACCES TO JUSTICE ADALAH HAK ASASI
Bantuan Hukum merupakan isu krusial karena secara paradigmatik hak atas bantuan hukum merupakan hak asasi manusia, sebagaimana telah diatur di dalam norma dan standar internasional HAM. Banyak standar hak asasi internasional yang menekankan pentingnya akses masyarakat atas bantuan hukum. DUHAM dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik – telah diratifikasi melalui UU No. 12/2005 – menjamin persamaan hak setiap orang dimuka hukum tanpa diskriminasi dan berhak atas perlindungan hukum.
Contoh lain, dalam Program Aksi yang diadopsi Konferensi Dunia Ke-2 Pemberantasan Rasisme dan Diskriminasi Rasial 1983, diwajibkan bagi Negara untuk menyediakan bantuan hukum bagi korban yang berasal dari kelompok masyarakat miskin yang menjadi korban diskriminasi untuk memperoleh keadilan dan reparasi melalui badan-badan peradilan. Contoh lain, UN Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (“the Beijing Rules”), yang menyatakan perlunya bantuan hukum cuma-cuma pada anak-anak yang bermasalah dengan hokum; UN Declaration on the Rights of Disabled Persons yang menyatakan perlunya bantuan hukum yang berkualitas pada orang disfable (disable persons).

Di level nasional, bantuan hukum juga diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Walaupun tidak secara eksplisit diatur tentang bantuan hukum, namun UUD 1945 prinsip-prinsip negara hukum, pemenuhan keadilan dan hak asasi manusia yang berkaitan dengan hak asasi setiap warga negara untuk mendapat bantuan hukum. Selanjutnya, dalam UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, ditegaskan, ”setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum”.
Bagian Keempat UU HAM menjamin hak setiap orang untuk memperoleh keadilan. Pasal 18 ayat (4) UU ini menjamin hak setiap orang yang diperiksa untuk mendapat bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Dalam UUD 1945 dan UU 39/1999 dimandatkan perlindungan, pemajuan, penegakan hak asasi manusia merupakan tanggungjawab pemerintah. Namun sayangnya sampai sekarang belum nampak ada kemauan politik dan kebijakan konkret dari pemerintah untuk mewujudkan tanggungjawab dalam promosi dan pemenuhan hak atas bantuan hukum utamanya bagi masyarakat miskin. Hal ini bisa dilihat dari tiga hal penting.
Pertama, di level substansi hukum, tidak ada UU yang khusus mengatur tentang Bantuan Hukum, bahkan dalam Pertemuan Puncak Bantuan Hukum, pada April 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membuka acara tersebut, belum menyampaikan rencana pemerintah untuk menerbitkan UU Bantuan Hukum. Presiden hanya menyinggung bahwa inisiasi LBH untuk mengajukan RUU Bantuan Hukum, dipersilahkan diajukan ke DPR, selain ke pemerintah. Dalam perkembangannya, bantuan Hukum dimuat dalam Pasal 22 UU 18/2003 tentang Advokat, namun pengaturan ini tidak cukup dan tidak sesuai dengan makna bantuan hukum sebagai hak asasi manusia. Bantuan Hukum dalam UU Advokat tidak lebih sebagai ”charity” atau ”aksi belas kasihan” nya advokat, bukan sebagai tanggungjawab negara. Ironisnya, ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum yang seharusnya diatur melalui Peraturan Pemerintah hingga saat ini belum diterbitkan. Padahal konstitusi UUD 1945 jelas menyatakan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah (vide Pasal 28I ayat (4)
Permasalahan dan agenda pembenahan sistem dan politik hukum. Namun demikian tidak secara khusus dimuat agenda mempromosikan dan memenuhi hak masyarakat miskin atas bantuan hukum, dalam pembangunan nasional tahun 2004 – 2009. Ketiga, di level budaya hukum, pemerintah tidak melakukan pendidikan hukum yang memadai untuk mengembangkan daya kritis masyarakat, sehingga mereka semakin memahami hak-hak nya dan mampu memperjuangkan hak-haknya tersebut. Faktor lain yang mendorong pentingnya bantuan hukum dimasukkan dalam RPJM adalah kuantitas masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum. Sedikitnya 28.000 orang yang mendapat bantuan hukum dari LBH-YLBHI selama satu tahun. Angka ini akan semakin besar jika ditambahkan dengan jumlah klien dari LBH kampus, LBH partai politik, LBH ormas, posbakum.
Di Indonesia, tidak ada sepeserpun secara khusus yang dialokasikan APBN untuk membantu organisasi-organisasi lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi advokat dalam menjalankan bantuan hukum. Sebagai ilustrasi, di Afrika Selatan, pada 2004/2005 pemerintah negeri ini mengalokasikan USD 71,446,868 untuk dana bantuan hukum yang diberikan ke masyarakat dan organisasi penyedia bantuan hukum. Tahun anggaran berikutnya naik menjadi USD 73,790,087 (2005/2006) dan kembali naik sebesar USD 77,734,666 (2006/2007) atau jika dinilai dengan rupiah, Rp 723.709.740.460 (dengan kurs 1USD = Rp 9.310). APBN hanya dialokasikan untuk memberkas, memeriksa orang, menuntut dan memvonis orang, tapi tidak ada alokasi bahkan minimum untuk lembaga-lembaga yang melakukan pembelaan dalam proses peradilan. Padahal, sering kita dengan jargon supremasi hukum, keadilan atau peradilan yang fair. Belum jelas benar, apakah alokasi anggaran untuk program peningkatan pelayanan dan bantuan hukum memang benar-benar ada (Laporan UNDP dalam RPJM Bantuan Hukum Tahun 2007).
Tahun 2005 LBH-YLBHI merusmuskan Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum (RUUBH). Sangat disayangkan RUU ini yang semestinya telah menjadi agenda legislasi di DPR sama sekali belum mendapatkan respon dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Di awal Tahun 2009 ini berita tentang acces to justice mulai mendapat tempat dalam kebijakan nasional pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Mekanisme Penerimaan Bantuan Hukum. Mesti tidak secara implisit menguraikan tentang tanggungjawab negara dalam PP ini, paling tidak kita mesti merespon positif komitmen pemerintah tersebut.
Di Kabupaten Sinjai, Bupati Sinjai juga telah mencanangkan Bantuan Hukum Gratis kepada orang miskin. Di Palembang, Tahun 2009 LBH Palembang, didukung PERADI dan KAI telah menandatangani MoU dengan Gubernur Sumatera Selatan terkait Bantuan Hukum Cuma-Cuma Lepada Kaum Miskin. Tidak ketinggalan Calon Walikota Macassar terpilih (Ilham Arif Sirajuddin) dalam Kampanyenya menjanjikan Bantuan Hukum Cuma-Cuma kepada kaum miskin, namun kita masih menunggu komitmen tersebut dikemudian hari.
Sekadar informasi LBH/YLBHI sejak didirikannya tahun 28 oktober 1969, telah menangani puluhan ribu kasus rakyat dalam rangka acces to justice for the foor. Pada 2006, YLBHI dengan 14 kantor dan 8 Pos merilis, telah menangani 2.830 kasus dan pengaduan masyarakat. Jika satu kasus, menghabiskan dana sekitar Rp 10 juta, maka sumbangan YLBHI untuk mewujudkan akses keadilan masyarakat kurang lebih Rp 2,8 miliar hanya untuk setahun. Belum lagi kalau kita berhitung jumlah penerima manfaat dari bantuan hukum Cuma-Cuma LBH-YLBHI jika 1 kasus stuktural dengan 300 Kepala Keluarga (KK), maka kalau diasumsikan 1 KK membawa 3 orang, tentu saja dalam satu kasus struktual LBH telah memberikan bantuan hukum gratis kepada 900 orang, Hanya untuk satu kasus ¡
Langkah kongrit yang dilakukan LBH-YLBHI yakni dengan melahirkan ribuan kader hukum di beberapa daerah. Contohnya Paralegal (orang yang diberi pengetahuan hukum dan memberi informasi hukum kepada masyarakat). Paralegal adalah bagian dari upaya menyediakan pelayanan jasa hukum, antara lain dilakukan melalui pemberdayaan sumber daya hukum masyarakat. Paralegal ini sangat penting untuk memasifkan dan memperluas akses masyarakat terhadap layanan dan bantuan hukum, termasuk memajukan gerakan masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak asasi manusia
V. Penutup

Rapat kerja nacional LBH-YLBHI 4 – 6 Maret 2009, kembali mengagendakan pembahasan gerakan bantuan hukum menjadi agenda penting YLBHI bersama 14 Kantor di seluruh Indonesia. Gubernur DKI. Jakarta H. Fauzi Bowo dalam sambutannya pada Rakernas tersebut menyatakan “Pemerintah DKI. Jakarta akan terus mendukung perjuangan LBH, meski LBH seringkali menjadi kritik bagi pemerintah tapi kita berkomitmen bahwa apa yang diperjuangkan LBH adalah kebenaran”
Bantuan hukum Cuma-Cuma bukanlah sekadar konsep yang lahir begitu saja. Histori gerakan bantuan hukum yang digalang LBH-YLBHI adalah gerakan yang strukturalis (movement of structuralist) yang telah lama dipromosikan.
Bantuan hukum semestinya bukan hanya menjadi “kewajiban” LBH-YLBHI Namun Puluhan ribu Advokat yang tersebar di Indonesia semestinya memiliki tanggungjawab yang sama sebagaimana diatur dalam UU Advokat. Ironisnya, masih ada juga oknum advokat yang merekomendasikan pengaduan kasus yang masuk di Advokatnya kepada LBH.
Komitmen beberapa pemerintah seperti di Sumatera Selatan, Kabupaten Sinjai dan Makassar adalah contoh dari upaya memberikan layanan bantuan hukum Cuma-Cuma. Kita berharap komitmen tersebut dapat menjadi pilot Project dalam rangka memperluas akses keadilan kepada masyarakat miskin, siapa menyusul ¿
Penulis,
Direktur LBH Makassar
dan Dosen pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN MakassarTerimakasih telah mengenalku13 Agustus 2009 18:58YURA24 Nopember 2011 22:08

A. MUTTALIB

Malam ini kuhadapkan pandanganku di depan layar notebook, otak kecil mengantar jemariku bergerak sangat liar,menulis kisah nyata yang telah kualami dalam sempitnya ruang dan waktu. Aku tak tahu meski berbuat apa dan bagaimana. Biarkanlah suara-suara alam mengutuk kelakuanku padanya, biarkanlah kucing-kucing menghibur dirinya dengan meliuk-liuk di depan kamarku, biarkanlah mahluk disekitarku menertawai, aku pasrahkan segalanya hanya pada yang Maha Perkasa. Tuhan yang selama ini tidak sedikitpun aku merasa pernah dikhianatiNya dan tidak sedikitpun aku merasa pernah menjauh dariNya, karena aku yakin Allah lebih dekat dari urat nadiku bahkan ia telah menjadi bagian dari hari-hariku yang fana ini.

phinisi nusantara

Menguasai Bahari dengan Pinisi


PINISI. Suku Bugis-Makassar serta kisah pelaut Mandar dan Konjo di Sulawesi Selatan dikenal sebagai pelaut ulung. Mereka juga memiliki kapal tradisional yang terbuat dari kayu dengan dua tiang layar utama dan tujuh layar, yaitu tiga di ujung, dua di depan, dan dua di belakang. Itulah pinisi. (Foto: Lina Herlina)



Menguasai Bahari dengan Pinisi

Rabu, 28 Desember 2011 08:02 WIB    
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/12/28/287454/290/101/Menguasai-Bahari-dengan-Pinisi

BASO tampak serius melihat anak buahnya sedang mengukur kayu yang dipakai untuk lambung kapal. Beberapa orang lainnya menggergaji kayu untuk membuat tiang layar. Kesibukan semacam itu sangat umum dijumpai di tempat kerja Haji Baso Muslim, seorang pengusaha kapal tradisional pinisi di Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Di beberapa tempat, kesibukan membuat pinisi bahkan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat Bulukumba.

Suku Bugis-Makassar serta kisah pelaut Mandar dan Konjo di Sulawesi Selatan dikenal sebagai pelaut ulung. Mereka juga memiliki kapal tradisional yang terbuat dari kayu dengan dua tiang layar utama dan tujuh layar, yaitu tiga di ujung, dua di depan, dan dua di belakang. Itulah pinisi.

Tanggal 8 November lalu masuk sejarah pembuatan pinisi karena telah diluncurkan pinisi berukuran 10 meter x 50 meter, kedalaman 5 meter, dan berat 400 ton. Tonasenya 700 ton serta memiliki tiga dek/tingkat.

Pada tanggal tersebut pinisi besar itu memulai pelayaran perdana. Seorang pengusaha dari Polandia bernama Mister Robin telah memesan pinisi kepada Baso Muslim senilai Rp 4 miliar. Pengerjaan kapal membutuhkan waktu sembilan bulan dan 13 perajin. Baso Muslim menerangkan pinisi ukuran besar itu sudah dibuat sejak Oktober 2010.

"Bentuknya murni pinisi meski oleh pemesan rencananya akan dijadikan kapal wisata," jelas Baso.

Jauh sebelumnya sekitar 1999, Baso pernah membuat pinisi pesanan orang Jepang dengan ukuran 15 meter x 45 meter, dan tonase 1.000 ton.

"Sayangnya kapal tersebut tidak sempat melaut karena kontraknya batal. Alasannya yayasan yang memesan kapal tersebut bangkrut sehingga kapalnya dibongkar," kenang Baso.

Awalnya Baso ialah penjual bahan bangunan. Pekerjaan itu ditekuni sampai 1991. Ia berpindah profesi sebagai pembuat pinisi mengikuti jejak orangtuanya.

Hingga sekarang dia sudah membuat lebih dari 200 pinisi dengan berbagai ukuran. Pemesannya pun datang dari dalam dan luar negeri. Pinisi buatan Baso sudah dipesan pengusaha Belanda, Amerika, Prancis, Singapura, Malaysia, Spanyol, Jepang, Italia, dan Jerman.

"Sekarang kami sedang mengerjakan kapal pesanan dari orang Australia, Jerman, Italia, dan Belanda dengan ukuran yang berbeda-beda, mulai tonase kecil hingga sedang. Bentuknya juga sudah dimodifikasi sesuai permintaan pemesan," tambahnya.

Harganya pun bervariasi, mulai Rp 270 juta untuk ukuran kecil hingga Rp 2 miliar untuk ukuran sedang. Diakui Baso, hampir semua pelanggannya berasal dari luar negeri. Pemesan dalam negeri sangat sedikit.

"Kalaupun ada, mereka tidak memesan pinisi. Mereka pesan kapal nelayan," terangnya.

Pemesan dari luar negeri biasanya orang yang pernah berkunjung ke Sulawesi Selatan.

"Ada dari pemerintahan, pengusaha, maupun wisatawan."

Banyaknya pemesan dari luar negeri tidak berarti mereka menutup diri terhadap pelanggan dari dalam negeri. Para pelaku industri pinisi di Bulukumba masih sering menerima pesanan kapal dari Papua, Maluku, Jawa, Sumatra, dan Sulawesi sendiri. Selain kapal pesiar dan kapal pribadi, ada juga yang memesan kapal untuk dijual kembali.

Pembuatan pinisi tidak menggunakan kayu sembarangan. Dibutuhkan beberapa jenis kayu khusus seperti kayu besi, bitti, jati, ulin, nyamplong/pude, meranti, dan kandole.

Kayu besi dan bitti digunakan sebagai badan kapal. Jati dan ulin digunakan untuk pembuatan dek dan kamar-kamar di kapal, pude untuk tulang atau tiang-tiang, meranti untuk perabot seperti meja dan bangku, serta kayu kandole untuk pembuatan pasak.

Sayangnya, menurut Baso, kayu-kayu tersebut sekarang agak susah diperoleh.

Kayu besi, misalnya, harus mereka pesan dari Sulawesi Tenggara, jati dari Kabupaten Sinjai, dan ulin dari Kalimantan.

Tidak hanya itu, para perajin kapal di Bulukumba juga mengaku kesulitan memperoleh kayu yang berukuran besar.

"Dulu sebenarnya, dalam pembuatan pinisi harus menggunakan tujuh macam atau jenis kayu, tapi sekarang sudah tidak menggunakan tradisi tersebut. Sekarang sesuai dengan orderan dan permintaan pemilik atau pemesan kapal," ungkap Baso.

Alasannya sekarang ini industri pinisi tidak seperti dulu lagi. Di Pantai Panrang Luhu, Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, kini hanya tersisa dia yang menjalankan bisnis pinisi.

Sebaliknya di Desa Tana Beru, masih ada beberapa orang yang melakoni industri pembuatan pinisi. Salah satunya ialah Arwin yang memiliki anak buah 18 orang, dan mayoritas berasal dari Desa Ara.

Masih banyaknya orang di Tana Beru menjalani bisnis pinisi sesuai dengan legenda yang berkembang turun-temurun. Legenda menyebutkan di situlah sumber atau awal lahirnya keahlian membuat pinisi.

"Hanya, di Tana Beru mereka tidak membuat kapal dengan tonase besar karena alasan kedalaman pantai," jelas Baso.

Dia pun terkenang kepada salah satu kawan sesama pengusaha pinisi bernama Abdullah yang bisa membuat kapal cukup besar. Namun, panjang kapal tidak bisa melebihi 39 meter karena pantai yang dangkal.

"Kalau pantai dangkal, akan sulit menurunkan kapal besar dan panjang ke laut," imbuhnya. (N-3)

Senin, 13 Februari 2012

bukti permulaan

Ada beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup”.
1. Menurut Pasal 17 KUHAP
Menyebutkan bahwa “perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup”. Dalam penjelasan Pasal 17 tersebut disebutkan bahwa Yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan  dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.
Pendapat lain mengenai “bukti permulaan yang cukup” , yaitu menurut Darwan Prints, SH, dalam bukunya Hukum Acara Pidana dalam praktek, Penerbit Djambatan dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, cetakan revisi tahun 2002, halaman 50-51.
Menurutnya bukti permulaan yang cukup adalah  :

2. Menurut Surat Keputusan Kapolri  SK No. Pol. SKEEP/04/I/1982.

Kapolri dalam surat keputusannya No. Pol.SKEEP/04/I1982,tanggal 18 Februari menentukan bahwa, bukti permulaan yang cukup itu adalah bukti yang merupakan keterangan dan data yang terkandung di dalam dua di antara:
  • Laporan Polisi;
  • Berita Acara Pemeriksaan di TKP;
  • Laporan Hasil Penyelidikan;
  • Keterangan Saksi/saksi ahli; dan
  • Barang Bukti.
3. Menurut Drs. P. A. F Lamintang, SH
Bukti permulaan yang cukup dalam rumusan pasal 17 KUHAP itu harus diartikan sebagai bukti-bukti minimal, berupa alat-alat bukti seperti dimaksud dalam Pasal 184 (1) KUHAP, yang dapat menjamin bahwa Penyidik tidak akan menjadi terpaksa untuk menghentikan penyidikannya terhadap seseorang yang disangka melakukan tindak pidana setelah terhadap orang tersebut dilakukan penangkapan.
4. Menurut Rapat Kerja MAKEHJAPOL tanggal 21 Maret 1984
Bukti permulaan yang cukup seyogyanya minimal : Laporan Polisi ditambah salah satu alat bukti lainnya.

Minggu, 12 Februari 2012

aborsi dosa besar

--^^ Surat dari Anak yang d'ABORSI ^^--

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarrakatuh

Teruntuk Bundaku tersayang...

Dear Bunda...

Bagaimana kabar bunda hari ini? Smoga bunda baik-baik saja...nanda juga di sini baik-baik saja bunda... Allah sayang banget deh sama nanda. Allah juga yang menyuruh nanda menulis surat ini untuk bunda, sebagai bukti cinta nanda sama bunda....

Bunda, ingin sekali nanda menyapa perempuan yang telah merelakan rahimnya untuk nanda diami walaupun hanya sesaat...

Bunda, sebenarnya nanda ingin lebih lama nebeng di rahim bunda, ruang yang kata Allah paling kokoh dan paling aman di dunia ini, tapi rupanya bunda tidak menginginkan kehadiran nanda, jadi sebagai anak yang baik, nanda pun rela menukarkan kehidupan nanda demi kebahagiaan bunda. Walaupun dulu, waktu bunda meluruhkan nanda, sakit banget bunda....badan nanda rasanya seperti tercabik-cabik... dan keluar sebagai gumpalan darah yang menjijikan apalagi hati nanda, nyeri, merasa seperti aib yang tidak dihargai dan tidak diinginkan.

Tapi nanda tidak kecewa kok bunda... karena dengan begitu, bunda telah mengantarkan nanda untuk bertemu dan dijaga oleh Allah bahkan nanda dirawat dengan penuh kasih sayang di dalam syurga Nya.

Bunda, nanda mau cerita, dulu nanda pernah menangis dan bertanya kepada Allah, mengapa bunda meluruhkan nanda saat nanda masih berupa wujud yang belum sempurna dan membiarkan nanda sendirian di sini? Apa bunda tidak sayang sama nanda? Bunda tidak ingin mencium nanda? Atau jangan-jangan karena nanti nanda rewel dan suka mengompol sembarangan? Lalu Allah bilang, bunda kamu malu sayang... kenapa bunda malu? karena dia takut kamu dilahirkan sebagai anak haram... anak haram itu apa ya Allah? Anak haram itu anak yang dilahirkan tanpa ayah... Nanda bingung dan bertanya lagi sama Allah, ya Allah, bukannya setiap anak itu pasti punya ayah dan ibu? Kecuali nabi Adam dan Isa? Allah yang Maha Tahu menjawab bahwa bunda dan ayah memproses nanda bukan dalam ikatan pernikahan yang syah dan Allah Ridhoi. Nanda semakin bingung dan akhirnya nanda putuskan untuk diam.

Bunda, nanda malu terus-terusan nanya sama Allah, walaupun Dia selalu menjawab semua pertanyaan nanda tapi nanda mau nanyanya sama bunda aja, pernikahan itu apa sih? Kenapa bunda tidak menikah saja dengan ayah? Kenapa bunda membuat nanda jadi anak haram dan mengapa bunda mengusir nanda dari rahim bunda dan tidak memberi kesempatan nanda hidup di dunia dan berbakti kepada bunda? Hehe,,,maaf ya bunda, nanda bawel banget... nanti saja, nanda tanyakan bunda kalau kita ketemu

Oh ya Bunda, suatu hari malaikat pernah mengajak jalan-jalan nanda ke tempat yang katanya bernama neraka. Tempat itu sangat menyeramkan dan sangat jauh berbeda dengan tempat tinggal nanda di syurga. Di situ banyak orang yang dibakar pake api lho bunda...minumnya juga pake nanah dan makannya buah-buahan aneh, banyak durinya...yang paling parah, ada perempuan yang ditusuk dan dibakar kaya sate gitu, serem banget deh bunda.

Lagi ngeri-ngerinya, tiba-tiba malaikat bilang sama nanda, Nak, kalau bunda dan ayahmu tidak bertaubat kelak di situlah tempatnya...di situlah orang yang berzina akan tinggal dan disiksa selamanya. Seketika itu nanda menangis dan berteriak-teriak memohon agar bunda dan ayah jangan dimasukkan ke situ.... nanda sayang bunda... nanda kangen dan ingin bertemu bunda... nanda ingin merasakan lembutnya belaian tangan bunda dan nanda ingin kita tinggal bersama di syurga... nanda takut, bunda dan ayah kesakitan seperti orang-orang itu...

Lalu, dengan lembut malaikat berkata... nak,kata Allah kalau kamu sayang, mau bertemu dan ingin ayah bundamu tinggal di syurga bersamamu, tulislah surat untuk mereka... sampaikan berita baik bahwa kamu tinggal di syurga dan ingin mereka ikut, ajaklah mereka bertaubat dan sampaikan juga kabar buruk, bahwa jika mereka tidak bertaubat mereka akan disiksa di neraka seperti orang-orang itu.

Saat mendengar itu, segera saja nanda menulis surat ini untuk bunda, menurut nanda Allah itu baik banget bunda.... Allah akan memaafkan semua kesalahan makhluk Nya asal mereka mau bertaubat nasuha... bunda taubat ya? Ajak ayah juga, nanti biar kita bisa kumpul bareng di sini... nanti nanda jemput bunda dan ayah di padang Mahsyar deh... nanda janji mau bawain minuman dan payung buat ayah dan bunda, soalnya kata Allah di sana panas banget bunda... antriannya juga panjang, semua orang sejak jaman nabi Adam kumpul disitu... tapi bunda jangan khawatir, Allah janji, walaupun rame kalo bunda dan ayah benar-benar bertaubat dan jadi orang yang baik, pasti nanda bisa ketemu kalian.

Bunda, kasih kesempatan buat nanda ya.... biar nanda bisa merasakan nikmatnya bertemu dan berbakti kepada orang tua, nanda juga mohon banget sama bunda...jangan sampai adik-adik nanda mengalami nasib yang sama dengan nanda, biarlah nanda saja yang merasakan sakitnya ketersia-siaan itu. Tolong ya bunda, kasih adik-adik kesempatan untuk hidup di dunia menemani dan merawat bunda saat bunda tua kelak.

Sudah dulu ya bunda... nanda mau main-main dulu di syurga.... nanda tunggu kedatangan ayah dan bunda di sini... nanda sayang banget sama bunda....muach!